FORUM PENGAJIAN QUR'AN HADITS

"Kami hanya ingin menegakkan nilai-nilai Al-Quran dan Al-Hadits"
cbox

Minggu, 28 Juli 2013

MEMBACA AAMIIN

Hukum Bagi Imam:
Membaca amin disunnahkan bagi imam sholat.

Dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Dulu Rosulullohi shollallohu ‘alaihi wasallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca aamiin.” (HR. Ibnu Majah, Hakim, Baihaqi, Daroquthni)

“Bila Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan aamiin dengan suara keras dan panjang.” (HR. Bukhori, Abu Dawud)

Hadits di atas mensyari’atkan para imam sholat untuk mengeraskan bacaan aamiin. Dalam Hadits Bukhori, Imam Al-Bukhori membuat suatu bab dengan judul ‘Baab Jahr al-Imaam bil-ta’miin’, artinya: Bab tentang imam mengeraskan suara ketika membaca aamiin.

Hukum Bagi Makmum:
‘An Abi Huroirota rodhiyalloohu ‘anhu anna rosulalloohi shollalloohu ‘alaihi wasallama qoola idzaa qoolal imaamu, “ghoiril maghdhuubi ‘alaihim walaadh-dhooolliiih” faquuluu aamiina, faman waafaqo qouluhu qoulal malaa-ikati ghufiro lahu maa taqod-dama min dzanbihi”, artinya: “Dari Abi Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, sesungguhnya Rosulallohi shollallohu ‘alaihi wasallam, bersabda: “Ketika imam selesai membaca “ghoiril maghdhuubi ‘alaihim waladh-dhooolliiin” maka ucapkanlah, “Aamiin”. Barangsiapa ucapan aminnya bersamaan dengan ucapan malaikat, maka dosa-dosanya masa lalu diampuni.” (HR. Bukhori, Muslim, An-Nasa-i dan Darimi)

NB: Masalah bacaan Aamiin ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan aamiinnya imam sholat, dan tidak mendahuluinya.

UZLAH ADALAH SOLUSI

Lafadhz “Tal-zamu jamaa’atal muslimiina” adalah kalam khabar, berita yang bermakna Amr (perintah), sebab kalimat ini merupakan jawaban dari pertanyaan sahabat Hudzaifah bin Yaman yang berbunyi: "Famaa ta’murunii in adrok-tu dzalika?”, artinya: "Lantas apa perintahmu (Rosul) kepaku (Hudzaifah) jika aku tidak menjumpai orang-orang Islam yang berjama'ah dan berimam? Kemudian Rosul bersabda: "Uzlah-lah (Pisahilah) segala bentuk firqoh-firqoh (ada 72 firqoh Islam), sekalipun kamu hanya makan akar/umbi pohon sehingga maut menjemput kamu sementara kamu atas keadaan demikian”.

Kata-kata perintah Rosul kepada Hudzaifah menetapi jama'ah di atas menunjukkan wajibnya menetapi jama'ah. Dalam qoidah ulama' ada pengertian “Al-amru yaq-tadhil wujuuba”, yang artinya: "Kata-kata perintah itu menunjukkan wajib.”

    Percakapan antara sahabat Hudzaifah dengan Rosul tadi, Rosul hendak menginformasikan bahwa di dalam agama Islam yang benar adalah Islam yang bercirikan berjama'ah dan berimam, sekaligus merupakan perintah agar bergabung kedalamnya. Dan apabila hidup di suatu tempat tidak ada agama Islam yang dimaksudkan, maka hendaklah uzlah, yakni pergi ke hutan meski hanya makan umbi-umbian sampai mati. Ini terjadi jika di tempat tersebut hanya ada satu atau dua orang yang paham tentang keamiran, mereka belum kewajiban mengangkat seorang Amir. Akan tetapi jika sudah ada tiga orang lebih, maka mereka harus mengangkat salah satu di antara mereka menjadi Amir mereka. Ini menunjukkan betapa penting dan wajibnya berjama'ah dan beriman.

KHOROJA MINAL JAMA'AH BERARTI MERUGIKAN DIRI SENDIRI

Berikut ini dasar-dasar yang menguatkan pentingnya Al-Jama'ah:
1. Siapa yang keluar dari Al-Jama'ah, maka putus tali Islam dari lehernya:
Di dalam Hadits Abu Daud, Rosulullohi shollallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:

“Fa-innahu man khoroja minal jamaa’ati qiida syibrin faqod khola’a ribqotal islaami min ‘unuqihi illaa an yurooji’a”

Yang artinya: “Maka sesungguhnya saja, barangsiapa yang keluar dari Al-Jama’ah kira-kira satu jengkal, maka sungguh tali Islamnya telah lepas dari lehernya kecuali jika ia kembali lagi”.

2. Siapa yang memisahi Al-Jama'ah satu jenkal saja lalu mati, maka ia mati jahiliyah:
Di dalam Hadits Bukhori, Rosulullohi shollallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:

Fa-innahu man faaroqol jamaa’ata syibrin famaata illaa maata miitatan jaahiliyyatan”

Yang artinya: “Maka sesungguhnya saja, barangsiapa yang memisahi Al- Jama’ah satu jengkal saja, lalu ia mati, maka ia mati dengan kematian jahiliyah”.

3. Siapa yang keluar, maka ia menjadi anjing neraka:
Sebagaimana telah diriwayatkan dalam Hadits Ibnu Majah, Juz 1 Hal 61, dari Ibni Abi Aufa, ia berkata, "Rosulullohi Shollallohu 'Alaihi Wasallam, bersabda:

“Al-khowaariju kilaabun-naari”

Yang artinya: "Orang-orang yang keluar alias (khoroja minal jamaa’ah) adalah anjing-anjing neraka".

Di dalam agama Islam yang masih konsisten (istiqomah) terhadap Al-Jama'ah, dapat dilihat garis keamiran, kepengurusan, dan rukyah sangat jelas dan tegas.

Jelaslah, bahwa alternatif solusi yang layak untuk kita jadikan pilihan adalah mengembalikan pemahaman Islam berikut metodologinya kepada Qur’an-Hadits dengan mengikuti manhaj salafus sholih. Agar kita mampu mengentaskan diri dari kenistaan kubangan jahiliyyah dan selamat dari tindak penyimpangan dan penyelewengan. Yakni, sebuah manhaj yang di dalamnya telah terekpleksikan seluruh manhaj ahlus sunnah wal jama’ah. Sebuah manhaj yang berisi tentang bagaimana para salafus sholih berakidah, berakhlak, berjihad, berijtihad, berammar ma’ruf nahi munkar dan mengurus segala lini kehidupan lainnya.

PENYEBAB KHOROJA MINAL JAMA'AH

Dihadapkan kepada tuntutan untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan Al-Hadits serta Al-Jama'ah ini, mereka akan mengadakan penafsiran terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits, tentu saja menurut keterbatasan akal dan ilmu mereka. Akibatnya adalah mereka meninggalkan penjelasan Islam yang benar dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam yang beliau ajarkan kepada para sahabat, dan malah mengikuti Islam menurut versi mereka sendiri. Di sinilah awal dari kesesatan seluruh tokoh, organisasi dan gerakan Islam yang tidak kembali kepada pemahaman sahabat, tabi’in dan tabi’ut-tabi’in, yang disebut dengan salafush sholih dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits.

    Sedikit umat Islam hari ini yang mengikuti pemahaman tiga generasi utama ini tidak boleh mengecilkan hati dan menyurutkan langkah untuk senantiasa istiqomah mengikuti jejak langkah para tiga generasi utama ini. Sebab Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam menyatakan, "Memang kebanyakan manusia senantiasa lebih senang mengikuti kebathilan dan kesesatan, ketimbang mengikuti agama Islam yang haq". Sesuai dengan sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang telah disebutkan dalam Hadits Bukhori No. Hadits: 3456, Muslim No. Hadits: 2669, 6781), yang berbunyi:

“Latattabi’unna sananal-ladziina min qoblikum syibron bisyibrin wadziroo’an bidziroo’in hattaa lau dakholuu fii hujri dhobbin lattba’tumuuhum. Qulnaa yaa rosuulalloohi, al-yahuudu wan-nashooroo? Qoola: Faman!”

Yang artinya: “Niscaya kamu akan mengikuti jalan (kelakuan) orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampa-sampai kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu akan ikut”. Maka kami (para sahabat) bertanya: “Wahai Rosululloh, apakah yang Anda maksud orang Yahudi dan Nasroni?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka”.

AL_JAMA'AH MEMBENTUK UMAT MENJADI TERTIB, TEKUN & DISPLIN

Lihatlah dengan basyiroh (dalil yang nyata) cara beribadah warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia! Mereka mendengarkan dan mematuhi dengan tekunnya semua ayat, hadits, peraturan dalam agama maupun dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang disampaikan oleh para ustadz, ustadzah maupun ulama' dan umaro’ serta pengurus organisasinya. Semua dilakukan dengan tertib, tekun dan penuh disiplin di bawah kepimimpinan Ulil Amri. Semuanya melambangkan kesatuan dari warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Ibarat dalam sholat manunggalnya imam dan makmum, bersatunya pimpinan dengan yang dipimpin. Dalam hal ini, bukan semata-mata disiplin yang merupakan hubungan antara Ulil Amri yang memimpin dengan para jama’ah yang dipimpin, tetapi ada hak, malah suatu kewajiban bagi para jama’ah untuk membetulkan Ulil Amri bilamana keliru memberikan sebuah fatwa atau lupa akan kewajibannya sebagai Ulil Amri. Memang yang jadi Ulil Amri itu adalah yang terpilih dan terbaik diantara sekian banyak para jama’ah dibidang keagamaan. Tapi, dia juga manusia biasa yang masih ada lupa-lupa ingatnya.    

PRAKTIK TA'AT KEPADA ROSULULLOHI shollallohu 'alaihi wasallam

Adapun ta'at pada Rosulullohi shollallohu ‘alaihi wasallam adalah dengan cara; 1). Cerita-Nya harus dipercayai dan diyakini pasti benarnya. Cerita yang baik dan akibatnya juga baik hendaknya dijadikan contoh dan cerita yang akibatnya buruk jangan dicontoh. Cerita yang baik, seperti cerita dalam Al-Hadits tentang kisah perjuangan para sahabat, tabi'in, tabi'ut-tabi'in hingga mereka mendapat pertolongan, pahala, surga dari Alloh Ta'alaa. Cerita yang buruk, seperti cerita dalam Al-Hadits tentang Raja-raja kafir, orang-orang kafir, munafik, dhzolim, musyrik pada zaman dahulu kala hingga mereka diperangi, disiksa, diqishos. 2). Perintah-Nya dikerjakan dengan hati ridho, ikhlas dan diniati karena Alloh untuk mencari pahala, didasari karena iman. Seperti; perintah berjihad fii sabiilillaah, hijroh, mensyiarkan salam, berbagi makanan, sholat sunnah Lail, saling mema'afkan, dll. 3). Larangan-Nya dijauhi sejauh-jauhnya, seperti; mencuri, menggunjing, mencela, menghujat, membalas keburukan dengan keburukan, dll. And, jangan lupa menghidup-hidupkan sunnahnya.

Adapun ta'at pada Ulil Amri atau Amir, kedua orang tua, dan suami serta pemerintah itu hukumnya tidak mutlak, masih ada reserve, pertimbangan yaitu selama perintahnya tidak maksiat, tidak menyekutukan Alloh Ta'alaa, tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits.

Maka kita harus mempunyai kepahaman bahwa jama'ah bisa masuk surga itu karena mereka ta'at kepada Alloh, Rosul dan Ulil amri. Bukan karena adil, rofiq, muhsin, arisnya seorang imam. Begitu juga, seorang imam masuk surga karena ia bisa mengatur jama'ahnya dengan adil, rofiq, muhsin, aris. Bukan karena jama'ahnya ta'at kepadanya. Dengan memiliki pemahaman demikian diharapkan bisa menekan, bahkan dapat menghapus perasaan pol dewe, ujub, sombong, yaitu niat-niat yang mencerminkan tidak karena Alloh.

KUNCI SUKSES IBADAH ADALAH TA'AT

Bab Kelima, Ta'at Kepada Alloh, Rosul, Ulil Amri Secara Al-Qur'an dan Al-Hadits


  1. Wajib Ta'at; keta’atan yang sempurna, yaitu dengan mengikuti seluruh syari’at Islam ini tanpa meninggalkan sebagian yang lain, karena syari’at Islam ini adalah syari’at yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia di dunia ini.

Yang harus kita ta'ati ialah Alloh, Rosul, Ulil amri, dan bagi seorang isteri ta'at kepada suami, bagi anak ta'at pada kedua orang tua, bagi warga Negara Indonesia ta'at pada pemerintah yang sah. Tujuannya adalah agar menjadi hamba Alloh yang baik, individu yang baik, anggota keluarga yang baik, anggota masyarakat yang baik, warga negara yang baik. Dengan demikian akan menjadi hamba Alloh yang sholih secara ibadah ritual individu, ibadah vertikal, dan juga sholih dalam ibadah sosial, horizontal. Jika demikian adanya, maka pantaslah bila ahlul jama’ah ini di dunianya menjadi calon ahli surga, dan di akhiratnya menjadi ahli surga.

Ta'at pada Alloh Ta'alaa hukumnya mutlak, 100 %, tidak boleh dikurangi, tidak boleh ditawar, sudah harga mati. Karena, Alloh Ta'alaa Maha Kuasa, kalamnya pasti sempurna, hukum-Nya pasti benar dan pasti adil. Berdasarkan firman-Nya dalam Al-Qur'an, Surat Al-An'am, No. Surat: 6, Ayat: 115, yang berbunyi:

“Watammat kalimatu robbika shidqon wa-adlan laa mubaddila likalimaatihi wahuwas samii’ul ‘aliimu”

Yang artinya: "Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur'an) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui".

MA'AF, SURGA HANYA UNTUK AL-JAMA'AH

Berikut ini adalah berturut-turut dasar-dasar hukum perintah ber‘jama’ah’ dan larangan ber‘firqoh’:
1. Alloh hanya akan menolong pada Al-Jama'ah, dan yang membelot masuk neraka:
Di dalam Hadits Tirmidzi, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:

“Wayadulloohi ‘alal jamaa’ati waman syadda syadda ilan-naari”

Yang artinya: “Dan tangan (pertolongan) Alloh atas Al-jama’ah, dan barangsiapa yang membelot, maka ia membelot ke neraka”.

2. Menetapilah pada Al-Jama'ah, dan jauhilah Al-Firqoh:
Di dalam Hadits Tirmidzi, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:

 ‘Alaikum bil-jamaa’ati wa-iyyaakum wal-firqota”

Yang artinya: “Kamu sekalian menetapilah pada Al-Jama’ah, dan takutlah kamu sekalian pada Al-Firqoh”.

Sabda Rosululloh tersebut di atas merupakan perintah menetapi Al-Jama'ah yang sangat jelas, karena lafadhz  ôÁó¸ôÎò¼ò§ dalam hadits ini, adalah Isim Fi'il Amr.

3. Al-Jama'ah adalah Rohmat, sedangkan Al-Firqoh itu adzab / siksa:
Di dalam Hadits Ahmad, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:

“Al-Jamaa’atu rohmatun wal-firqotu ‘adzaabun”

Yang artinya: “Al-Jama’ah adalah rohmat (kasih sayang), sedang Al-firqoh adalah adzab / siksa”.

4. Siapa ingin masuk surga hendaknya menetapi Al-Jama'ah:
Sebagaimana sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam di dalam Hadits Tirmidzi, yang berbunyi:

“Man arooda buhbuuhatal jannati fal-yalzamil jamaa’ata”

Yang artinya: “Dan barangsiapa yang menghendaki (masuk / hidup) di tengah-tengah surga, maka hendaklah ia menetapi Al-Jama’ah”.

PRAKTIK TA'AT KEPADA ALLOH TA'ALAA

Adapun ta'at pada Alloh Ta'alaa adalah dengan cara; 1). Cerita-Nya harus dipercayai dan diyakini pasti benarnya. Cerita yang baik dan akibatnya juga baik hendaknya dijadikan contoh dan cerita yang akibatnya buruk jangan dicontoh. Cerita yang baik, seperti cerita dalam Al-Qur'an tentang kisah perjuangan para rosul, para nabi dan orang-orang yang sholih pada zaman dahulu kala hingga mereka mendapat pertolongan, pahala, surga dari Alloh Ta'alaa. Cerita yang buruk, seperti cerita dalam Al-Qur'an tentang Raja-raja kafir, orang-orang kafir, munafik, dhzolim, musyrik pada zaman dahulu kala hingga mereka diperangi, disiksa, dimasukkan ke dalam neraka oleh Alloh Ta'alaa.

2). Perintah-Nya dikerjakan dengan hati ridho, ikhlas dan diniati karena Alloh untuk mencari pahala, didasari karena iman. Seperti; perintah sholat, zakat, puasa, haji, berkata yang baik, berbuat baik, dll.

3). Larangan-Nya dijauhi sejauh-jauhnya, seperti; berzina, riba, judi, membunuh, syirik, dll.

Dalil-dalil (Dasar-dasar atau landasan hukum) Keta’atan

1. Ta'at Kepada Alloh, Rosul, Ulil Amri (Amir / Imam)
Sebagaimana dapat kita lihat firman Alloh Ta'alaa dalam Al-Qur'an, Surat An-Nisaa', No. Surat: 4, Ayat: 59, yang berbunyi: “Yaa-ayyuhal-ladziina aamanuu athii’ullooha wa-athii’ur-rosuula wa-ulil amri minkum”, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman ta'atilah Alloh dan Rosul serta Ulil Amri (Amir) dari (golongan) kamu sekalian".

2. Ta'at Kepada Alloh, Rosul, Imam          
Di dalam Hadits Shohih Bukhori, Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda: “Wa’alaikum bithoo’atillaahi wathoo’ati rosuulihi wathoo’ati a-immatikum”, yang artinya: “Dan wajib bagi kamu sekalian menta'ati Alloh, dan menta'ati Rosul-Nya, dan menta'ati Imam-Imam kamu sekalian".

3. Ta'at Kepada Imam selama perintahnya tidak maksiat              
Di dalam Hadits Riwayat Baihaqi, Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:  “Tho’atul imaami haqqun ‘alal mar-il muslimin maa lam ya’mur bima’shiyatillaahi fa-idzaa amaro bima’shiyatillaahi falaa sam’a lahu walaa thoo’ata”, yang artinya: “Taat kepada imam itu merupakan hak orang muslim selama Imam  tidak memerintahkan menentang/mendurhakai Alloh, maka ketika Imam memerintahkan menentang/mendurhakai Alloh maka jangan mendengarkan dan taat kepadanya”.

4. Tidak boleh ta'at dalam urusan maksiat           
Didalam Hadits Shohih Muslim Juz 6 hal 15, Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda: “Laa thoo’ata fii ma’shiyatillaahi innamath-thoo’atu fil-ma’ruufi”, yang artinya: “Tidak ada taat dalam urusan menentang/mendurhakai Alloh, sesungguhnya taat itu dalam hal kebaikan”.

5. Ta'at dalam keadaan apapun     
Didalam Hadits Shohih Muslim, Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda: “ ‘Alaikas sam’u wath-thoo’atu fii ‘usrika wayusrika wamansyathika wamakrohika wa-atsarotin ‘alaika”, yang artinya: "Wajib bagimu; mendengarkan dan ta'at dalam hal baik itu sulit, mudah, sedang semangat, sedang merasa enggan, pilih kasih terhadapmu".

6. Tidak boleh ta'at kepada orang yang mendurhakai Alloh
Didalam Hadits Ibnu Majah, juz 2 hal 956, Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda: “Laa thoo’ata liman ‘ashollooha”, yang artinya: "Jangan ta'at pada orang yang mendurhakai Alloh".

7. Tidak boleh ta'at kepada orang yang tidak ta'at pada Alloh  
Didalam Hadits Musnad Ahmad, Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda:  “Laa thoo’ata liman lam yuthi’illaaha”, yang artinya: "Jangan ta'at pada orang yang tidak ta'at pada Alloh".

Sabtu, 27 Juli 2013

THO'AT ITU TUNDUK & PATUH TOTALITAS

Tho’at, yaitu tunduk dan patuh sepenuhnya terhadap nash-nash syar’i. Tunduk dan patuh secara totalitas, baik secara lahiriyah, yaitu dengan mematuhi hukum-hukum beserta konsekuensinya maupun secara bathiniyah, yaitu dengan hati yang ikhlash karena Alloh penuh kerelaan dalam melaksanakan ketoatan tersebut. Dan ketho’atan bathin inilah yang membedakan antara orang iman sejati dan orang-orang munafik, walaupun secara dhzohir/lahiriyah di dunia ini mereka dihukumi sama. Sebagaimana firman Alloh dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisaa’, No. Surat: 4, Ayat: 65, yang berbunyi:

“Falaa warobbuka laa yu’minuuna hattaa yukakkimuuka fiimaa syajaro bainahum tsumma laa yajiduu fii anfusihim harojan mimmaa qodhoita wayusallimuu tasliimaa(n)”

Yang artinya: “Maka demi Tuhanmu (Muhammad), mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.


Sebaliknya, ketidak-tho’atan terhadap nash-nash (dalil-dalil) syar’i akan menyebabkan perbuatan-perbuatan bid’ah, khurofat, syirik, ro’yi, takhoyul yaitu paham-paham sesat dan berbagai macam kemaksiatan. Dan di antara yang menyebabkan hal itu terjadi, antara lain: Karena tidak mengikuti para ulama’ salaf (sahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in) dalam menafsirkan Al-Qur’an dan cenderung mengikuti hawa nafsu dan ro’yi, yaitu akal pikiran manusia semata.

 Mengambil sebagian nash dengan meninggalkan sebagian yang lain, seperti; nash-nash yang masih umum, padahal masih ada nash yang mengkhususkannya; mengambil dalil yang mutlaq dengan meninggalkan yang muqoyyad, padahal sebab dan hukumnya sama; mengambil dalil yang masih global dengan meninggalkan dalil yang sudah terperinci; beramal dengan nash yang sudah mansukh (dihapus/diganti hukumnya) dengan meninggalkan yang nasikh (nash yang menghafusnya/gantinya; beramal dengan nash yang masih mutasyabbih (yang masih banyak mengandung ta’wil) dengan meninggalkan nash yang sudah jelas hukumnya; atau menolak beberapa nash dan hukum dengan menggunakan kaidah-kaidah yang masih global.

TIDAK ISLAM JIKA TIDAK AL-JAMA'AH

Luur! Kholifah Umar bin Khothob memberikan kesimpulan tegas dan berani tentang betapa fardhu dan wajibnya Islam, Jama'ah, Amir, dan Ta'at. Sebagaimana telah direkomendasikan dalam Hadits Daromi, yang berbunyi: “Innahu laa islaama illaa bijamaa’atin walaa jamaa’ata illaa bi-imaarotin walaa imaarota illaa bitho’atin”, yang artinya: “Bahwasannya tidak Islam kecuali jama’ah, dan tidak jama’ah kecuali berimam, tidak berimam kecuali dengan tho’at”.

            Sungguh sangat disayangkan memang, hari gini masih saja ada orang yang mengaku-ngaku dirinya sebagai 'ulama (orang yang berilmu agama tinggi) akan tetapi tidak memahami hakikat dari keulamaannya. Misal, dengan mengomentari bahwa ungkapan di atas hanya merupakan kesimpulan dari seorang kholifah Umar bin Khotthob, bukan dari nabi jadi tidak kuat untuk dijadikan sebagai hujjah atau payung hukum!

            Siapa bilang, kalau ungkapan di atas tidak dapat dijadikan sebagai hujjah atau dasar landasan hukum yang kuat bagi umat untuk dijadikan sebagai tolok ukur Islam yang benar adalah Islam yang berbentuk Jama'ah memiliki seorang Amir yang dita'ati.

            Jaminan kebenaran kesimpulan dari kholifah Umar bin Khotthob itu telah mendapat syahadah "SERTIFIKAT" sebagai legitimasi, pengakuan langsung dari Rosulullohi Shollallohu 'Alaihi Wasallam, secara berturut-turut sebagai berikut:
1. Melalui sabdanya yang telah diriwayatkan oleh Uqbah bin 'Amir dalam Hadits Tirmidzi, yang berbunyi: “Lau kaana ba’dii nabiyyun lakaana ‘umarobnal khoththoobi”, yang artinya: "Seandainya sesudahku ada seorang nabi tentulah yang menjadi nabi adalah Umar bin Khotthob".

2. Sebagaimana juga telah diriwayatkan dalam Hadits Abu Daud, Juz 2 Hal 125, tentang sabda Nabi Shollallohu 'Alaihi Wasallam, yang berbunyi: “Ja’alalloohul-haqqi ‘alaa lisaani ‘umaro waqolbihi”, yang artinya: "Alloh telah menjadikan Al-Haq (kebenaran) pada lisan Umar dan hatinya".

3. Dipertegas lagi oleh sabda Rosulullohi Shollallohu 'Alaihi Wasallam, yang telah diriwayatkan oleh Abi Dzar dalam Hadits Abu Daud, Juz 2 Hal 125, yang berbunyi: “Innallooha ta’alaa wadho’al haqqo ‘alaa lisaani ‘umaro yaquulu bihi”, yang artinya: "Sesungguhnya Alloh Ta'alaa telah meletakkan Al-Haq (kebenaran) pada lisan Umar, ia berkata dengan benar".

            Bayangkan, 'ulama' cap apa yang berani menganggap remeh terhadap ucapan Umar bin Khotthob?! Lah, Alloh dan Rosul-Nya saja telah dengan tegas menyatakan kebenaran ada di lisan Umar bin Khotthob. Kalimat yang keluar dari lisan Umar bin Khotthob adalah kalimat yang mengandung hikmah, sedangkan Rosulullohi Shollallohu 'Alaihi Wasallam telah bersabda dalam Hadits Ibnu Majah, Juz 2 Hal 1395, yang berbunyi: “Al-kalimatul hikmatu dhollaul mu’mini haitsumaa wajadahaa fahuwa ahaqqu bihaa”, yang artinya: "Kalimat hikmah adalah barang hilang milik orang iman di mana dia menjumpainya maka dialah yang berhak terhadap barang tersebut".

MEMPERINGATI MAULID NABI

Benarkah Warga LDII Tidak Merayakan/Memperingati Maulid (Kelahiran) Nabi Muhammad Shollalloohu Alaihi Wasallam?

Begini ya, untuk memberikan kepahaman yang optimal, setiap kali mendengar bahwa pada umumnya kaum muslimin memperingati Maulid, sudah seharusnya kita tidak melepaskan diri dari landasan hukum pokok yang terdapat di dalam Kitab suci Al-Qur’an, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an, Surat Al-Isro’/Bani Isro’il, No. Surat: 17, Ayat: 36, yang berbunyi:

“Walaa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun, innas-sam’a wal-bashoro wal-fu’aada kullu ulaa-ika kaana ‘anhu mas-uulaa(n)”,

Yang artinya: “Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ilmu pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.

Alangkah Mulia dan Berharganya Ibu Rumah Tangga

Usai menunaikan shalat magrib berjamaah dan berzikir di masjid samping kontrakannya, mubaleg yang aktif itu tampak merenung cukup lama. Ia tampak kelelahan setelah seharian bekerja di rumahnya karena ’ditinggal’ istrinya yang mengikuti kegiatan pengajian Ibu-ibu dari pagi hingga siang hari. Sebagai mubaleg, tentu ia bukannya tidak paham betapa beratnya beban seorang istri sekaligus ibu rumah tangga. Namun, dengan menjalani sendiri seluruh pekerjaan rumah tangga hari itu, mulai dari memasak air, menyapu rumah dan halaman, mencuci piring/gelas dan pakaian, memasak dan menyediakan makan bagi anak-anaknya, memandikan mereka, mengantar mereka ke sekolah sekaligus mendampinginya (karena ada yang duduk di TK), mengasuh mereka sekaligus menenangkan mereka jika sesekali menangis dan rewel, melerai mereka saat mereka bertengkar dll, benar-benar pekerjaan yang amat menguras energi. Itu baru satu hari dan itu pun tidak sampai sehari penuh. Bagaimana kalau harus tiap hari ? Bisa-bisa stres! Karena itu, mubaleg itupun makin menyadari betapa tanpa kehadiran istri, mengurus rumah tangga dengan keempat anaknya yang masih kecil-kecil itu ternyata tak seenteng yang ia bayangkan.

Sejak itu ia pun mulai menyadari, betapa ia kadang egois. Sebagai suami dan kepala rumah tangga ia merasa yang paling capek karena mencari nafkah, mengajar, dan masih banyak kesibukan kesibukan launnya Ia merasa, dirinyalah yang paling sibuk sehingga sedikit saja istri kurang dalam hal pelayanan kepadanya, entah karena dianggap lamban, atau rumahnya sedikit berantakan, atau masakannya sedikit kurang enak, dll, ia gampang mengeluh, bahkan mencela.

Kini, di tengah-tengah perenungannya, ia pun amat menyesal. Tak terasa, air matanya menetes membasahi pipinya. Usai salat magrib itu, ia menyadari betapa ia sering berbuat tidak adil terhadap istrinya. Sejak itu, ia mulai bersikap sabar dan tak mengeluh lagi jika dalam pandangannya istrinya kurang dalam melayani dirinya atau mengurus rumah tangganya.

Seorang suami memang pantas untuk menghargai, menghormati, memuliakan dan menyayangi istrinya betapapun dalam pandangannya, istrinya itu banyak kekurangannya. Sebab, jika pun ukurannya dikembalikan pada standar materi, pekerjaan menjadi seorang istri/ibu rumah tangga sesungguhnya amat mahal.

Disisi waktu jelas sangat menyita banyak waktu dari pagi hingga pagi lagi tak henti-hentinya menyiapkan segala sesuatunya baik untuk anak-anak dan suaminya.

Dari sisi materi juga tak terhitung banyaknya, disebutkan di salah satu website bahwa setelah dilakukan survei kepada 18.000 ibu rumah tangga di Toronto, Kanada, mengenai daftar pekerjaan rumah tangga mereka sehari-hari (seperti memasak, membersihkan rumah, merawat anak, mengurus keluarga, dan sebagainya), sebuah perusahaan standar penggajian mendeskripsikan nilai, harga dan gaji yang pantas atas “pekerjaan” para ibu rumah tangga ini bila mereka digaji. Di Kanada, dari sekian banyak tugas dan pekerjaan domestik, seorang ibu rumah tangga jika digaji secara layak pendapatan perbulannya bisa mencapai $ 124.000. Jumlah itu setara dengan Rp 1.116.000.000,- (satu miliar seratus enam belas juta rupiah). Ini bila kurs $1= Rp 9.000,- saja.

Karena itu, “Sebuah kesalahpahaman yang sangat jamak jika pilihan seorang wanita untuk menjadi seorang ibu rumah tangga dianggap lebih mudah dan lebih ringan daripada menjadi seorang wanita karir,”.

Jika sebesar itu nilai “profesi” sebagai seorang ibu rumah tangga, maka secara berseloroh kita bisa mengatakan, betapa tidak cerdasnya seorang istri/ibu sampai rela mengorbankan urusan keluarga/ rumah tangganya hanya karena sibuk bekerja dengan gaji yang tentu tidak seberapa dibandingkan dengan nominal di atas. Lebih tidak cerdas lagi jika seorang suami menganggap rendah istrinya, tidak mau menghargai dan memuliakan istrinya, hanya karena ia banyak di rumah sekadar menjalani “profesi”nya sebagai ibu rumah tangga.

Itu dari sisi materi. Bagaimana jika dilihat dari kacamata Islam? Dalam pandangan Islam, seorang ibu rumah tangga bertanggung jawab penuh atas seluruh urusan keluarga/rumahtangganya karena posisinya sebagai umm[un] wa trabbah al-bayt (ibu sekaligus manajer rumah tangga). Ia jugalah yang bertanggung jawab atas perawatan dan pendidikan anak-anaknya. Seorang penyair Arab mengatakan, ”Al-Ummu Madrasah al-Ula, Idza A’dadtaha A’dadta Sya’ban Khayr al-‘Irq” (Seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Jika engkau mempersiapkan ia dengan baik maka sama halnya dengan engkau mempersiapkan bangsa berakar kebaikan).

Lebih dari itu, betapa mulia dan terhormatnya kedudukan seorang istri/ibu rumah tangga tergambar dalam hadis dari Anas ra. : Kaum wanita pernah datang menghadap Rasulullah saw. Mereka bertanya, ”Ya Rasulullah, kaum pria telah pergi dengan keutamaan dan jihad di jalan Allah. Adakah amal perbuatan untuk kami yang dapat menyamai amal para mujahidin di jalan Allah ?” Rasulullah saw. menjawab, “Siapa saja di antara kalian berdiam diri di rumahnya (melayani suaminya, mendidik anak-anaknya dan mengurus rumah tangganya), sesungguhnya ia telah menyamai amal para mujahidin di jalan Allah.” (Al Hadits).

Karena itu, tak ada alasan bagi para suami, untuk tidak memuliakan dan menyayangi istrinya dengan setulus hati.

Semoga Allah paring manfaat dan barokah bagi kita semua.

NRIMO ING PANDUM.

Nasihat berikut ini akan sedikit berbicara tentang masalah rizki. Nasehat ini pun tidak perlu jauh-jauh ditujukan pada orang lain. Sebenarnya yang lebih pantas adalah nasehat ini ditujukan pada diri kami sendiri supaya selalu bisa ridho dengan takdir ilahi dalam hal rizki.

Ayat yang patut direnungkan adalah firman Allah Ta’ala,

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16)

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". (QS. Al Fajr: 15-16)

Adapun manusia ketika ia diuji oleh Rabbnya dengan diberi nikmat dan kekayaan, yaitu dimuliakan dengan harta dan kemuliaan serta diberi nikmat yang melimpah, ia pun katakan, “Allah benar-benar telah memuliakanku.” Ia pun bergembira dan senang, lantas ia katakan, “Rabbku telah memuliakanku dengan karunia ini.

Adapun manusia jika ia ditimpa musibah oleh Rabbnya dengan disempitkan rizki, yaitu rizkinya tidak begitu banyak, maka ia pun katakan bahwa Rabbnya telah menghinakan atau merendahkannya. Sehingga ia pun tidak bersyukur atas karunia yang Allah berikan berupa keselamatan anggota badan dan rizki berupa nikmat sehat pada jasadnya.

Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengingkari orang yang keliru dalam memahami maksud Allah meluaskan rizki. Allah sebenarnya menjadikan hal itu sebagai ujian. Namun dia menyangka dengan luasnya rizki tersebut, itu berarti Allah memuliakannya. Sungguh tidak demikian, sebenarnya itu hanyalah ujian. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لا يَشْعُرُونَ

“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun: 55-56)


Sebaliknya, jika Allah menyempitkan rizki, ia merasa bahwa Allah menghinangkannya. Sebenarnya tidaklah sebagaimana yang ia sangka. Tidaklah seperti itu sama sekali. Allah memberi rizki itu bisa jadi pada orang yang Dia cintai atau pada yang tidak Dia cintai. Begitu pula Allah menyempitkan rizki pada orang yang Dia cintai atau pun tidak. Sebenarnya yang jadi patokan ketika seseorang dilapangkan dan disempitkan rizki adalah dilihat dari ketaatannya pada Allah dalam dua keadaan tersebut. Jika ia adalah seorang yang berkecukupan, lantas ia bersyukur pada Allah dengan nikmat tersebut, maka inilah yang benar. Begitu pula ketika ia serba kekurangan, ia pun bersabar.

Ya Allah, karuniakanlah pada kami sebagai orang yang pandai besyukur dan bersabar pada-Mu dalam segala keadaan, susah maupun senang.
 amiiiiiiiiiiin......

Luur! Kunci sukses dalam beribadah itu ada 5 (lima), yang lazim disebut “5 Bab” itu dapat diuraikan secara singkat, sebagai berikut: 1. Mengaji Al-Qur'an dan Al-Hadits, ialah mencarai/menggali, menuntut ilmu Al-Qur'an dan Al-Hadits untuk menambah atau meningkatkan pengetahuan dan pengamalan agama.

- Garisnya Mengaji, adalah manqul, musnad, mutashil dan faham.

- Caranya Mengaji:
  • Jama'ah yang sudah bisa mengajari kepada jama'ah yang belum bisa dengan sabar, telaten dan tekun.
  • Jama'ah yang belum bisa minta diajari kepada jama'ah yang sudah bisa.
  • Menderes, yaitu mempelajari kembali atau mengulang kembali apa-apa yang sudah dimanqulkan/diajarkan oleh guru (muballigh atau muballighoh).

- Yang dikaji:
  • Bacaannya sampai tartil (sesuai ilmu tajwid/benar-benar fasih)
    • Makna secara harfiyahnya yang pas, tepat dan benar.
    • Keterangannya jangan sampai ngelantur, melambung atau ngelambrak kemana-mana.
    • Manqul, yaitu ada petunjuk dari guru ialah  ustadz/ustadzah (muballigh atau muballighoh).
    • Faham, artinya hasil dari pemanqulannya (kajian) dipahami, diresapi, dihayati dan diamalkan.

- Gunanya Mengaji:
  • Untuk menghilangkan kebodohan.
  • Untuk memantapkan keyakinan.
  • Untuk menambah kepahaman.
  • Untuk merubah akhlak jahiliyah menjadi akhlak karimah.
  • Untuk membenarkan/meluruskan tujuan ibadah.

- Hasilnya Mengaji:
  • Di dunia: menjadi orang yang beriman dan beramal sholih.
  • Di akhirot: merdeka dari neraka dan masuk surga.

Bersambung..! Insyaa Alloh.

2.    Mengamalkan Al-Qur'an dan Al-Hadits, ialah mengerjakan, mempraktikkan apa yang sudah dimanqulkan/diajarkan guru baik dari al-Qur'an maupun al-Hadits.

-    Yang dikatakan mengamal:
•    Melaksanakan perintah Alloh, Rosul, Ulil amri.
•    Menjauhi larangan Alloh, Rosul, Ulil amri.
•    Mempercayai cerita dari Al-Qur'an dan Al-Hadits.
•    Memperbanyak mengagungkan (menghormati/menghargai/menganggap besar) sya’irulloh (tanda-tanda kebesaran/kekuasaan Alloh).

-    Yang diamalkan:
•    Amalan yang sudah dimanqulkan/diajarkan oleh ustadz/ustadzah (muballigh atau muballighoh) baik yang dari Al-Qur'an maupun dari Al-Hadits.

-    Gunanya mengamal:
•    Untuk mewujudkan dalil syar'i.
•    Untuk mewujudkan pahala, surga.

-    Hasilnya mengamal:
.    Di dunia: Bahagia.
.    Di akhirot: Masuk surga.

Bersambung...! Insyaa Alloh.


  1. 3.      Membela Al-Qur'an dan Al-Hadits, ialah memperjuangkan Al-Qur'an dan Al-Hadits agar tetap lestari hingga menjelang hari Kiamat.

- Yang dibela/diperjuangkan, adalah:
  • Agama Islam.  
  • Al-Qur'an.
  • Al-Hadits.
  • Al-Jama'ah.
  • Ulil amri serta para wakilnya.
  • Ustadz/ustadzah (Muballigh atau muballighoh).
  • Tempat dan perlengkapan ibadah, dll.

- Caranya membela:
  • Memakai harta benda.
  • Memakai tenaga.
  • Memakai lisan.
  • Memakai buah pikiran.
  • Memakai fathonah dan budi luhur.

- Gunanya membela:
  • Untuk melancarkan agama Islam, al-Qur'an dan al-Hadits.
  • Untuk melestarikan agama Islam, al-Qur'an dan al-Hadits.
  • Untuk pembinaan Al-Qur'an dan Al-Hadits hingga dapat tumbuh, berkembang, berbuah, beranak, berhasil ilaa yaumil qiyamah, dan selamat dari neraka Alloh dan masuk surga Alloh.


Bersambung...! Insyaa Alloh.


4. Sambung Berjama'ah cara al-Qur'an dan al-Hadits, ialah menyambungkan diri ke amrin jami'in (acara yang sudah dimusyawarohkan).
Yang disambungkan:
- Mengajinya, mengamalnya, membelanya, sambung berjama’ahnya, ta’at Alloh, Rosul dan Ulil amrinya.
- Nasehatnya.
- Peraturannya.
- Keluarganya.
- Dirinya sendiri.

Caranya sambung berjama'ah:
- Sambung kelompok, yaitu menghadiri acara-acara yang sudah dimusyawarohkan di tingkat kelompok/Kelurahan.
- Sambung desa, yaitu menghadiri acara-acara yang sudah dimusyawarohkan di tingkat desa/Kecamatan.
- Sambung daerah, yaitu menghadiri acara-acara yang sudah dimusyawarohkan di tingkat daerah/Kabupaten.
- Sambung pusat, yaitu menghadiri acara-acara yang sudah dimusyawarohkan di tingkat pusat.

Gunanya sambung berjama'ah:
- Untuk mewujudkan kerukunan.
- Untuk mendapatkan perkembangan informasi.
- Untuk mewujudkan bentuk aslinya agama Islam, yakni Al-Jama'ah.
- Untuk mengesahkan hidup.

Hasilnya sambung berjama'ah:
- Mendapat rohmat.
- Tidak disiksa.

Bersambung...! Insyaa Alloh.



5. Tho'at kepada Alloh, Rosul, Ulil amri. Dan bagi seorang isteri tho'at kepada suami dan anak tho'at kepada kedua orangtua, ialah tunduk dan patuh serta mengabulkan, memenuhi apa yang sudah menjadi ketetapan/garis Alloh, Rosul, Ulil amri, suami, orangtua.

Tho'at kepada Alloh, ialah tunduk dan patuh serta mengabulkan, memenuhi apa yang sudah menjadi ketetapan/garis Alloh.

Caranya ta'at kepada Alloh:
- Cerita-Nya dipercayai sak polnya kaweruh atau sejauh mana yang telah diketahui atau sepanjang pengetahuan.
- Perintah-Nya dilaksanakan sak polnya kaweruh atau sejauh mana yang telah diketahui atau sepanjang pengetahuan.
- Larangan-Nya dijauhi sak polnya kaweruh atau sejauh mana yang telah diketahui atau sepanjang pengetahuan.

Tho'at kepada Alloh hukumnya mutlak, karena Alloh Maha Kuasa dan hukum-Nya pasti adil dan benar.

Tho'at kepada Rosululloh, ialah tunduk dan patuh serta mengabulkan, memenuhi apa yang sudah menjadi ketetapan/garis Rosululloh.

Caranya tho'at kepada Rosululloh:
- Ceritanya dipercayai sak polnya kaweruh atau sejauh mana yang telah diketahui atau sepanjang pengetahuan.
- Perintahnya dilaksanakan sak polnya kaweruh atau sejauh mana yang telah diketahui atau sepanjang pengetahuan.
- Larangannya dijauhi sak polnya kaweruh atau sejauh mana yang telah diketahui atau sepanjang pengetahuan.
- Sunnahnya dihidup-hidupkan.

Tho'at kepada Rosul hukumnya mutlak karena Rosululloh adalah orang yang ma'sum, artinya terjaga dari kesalahan. Itu artinya hukumnya pasti adil dan benar.

Tho'at kepada Ulil amri, ialah tunduk dan patuh serta mengabulkan, memenuhi apa yang sudah menjadi ketetapan/garis dalam ijtihadnya berdasarkan musyawaroh mufakat.

Caranya tho'at kepada Ulil amri, yaitu tho'at kepada orangnya, nasehatnya, ijtihadnya, suratnya, para wakilnya, perintahnya, anjurannya, larangannya selama tidak maksiat dan bermusyawaroh.

Tho'at kepada Ulil amri hukumnya tidak mutlak karena masih ada pertimbangan yaitu selama perintahnya tidak maksiat, dan bermusyawaroh. Akan tetapi jika perintahnya tidak maksiat maka hukumnya menjadi mutlak.

Tho'at kepada suami, ialah tunduk dan patuh serta mengabulkan, memenuhi apa yang sudah menjadi ketetapan/garis suami dalam peraturannya.

Caranya tho'at kepada suami:
- Mendengarkan nasehatnya
- Menjauhi larangannya
- Mengerjakan perintahnya

Gunanya tho'at kepada suami:
- Untuk mewujudkan kerukunan.
- Untuk membuktikan rasa cinta.

Hasilnya tho'at kepada suami:
- Disayang suami.
- Rumah tangganya harmonis dan romantis.
- Mendapatkan pahala dan dimasukkan surga.

Tho'at kepada suami hukumnya tidak mutlak karena masih ada pertimbangan yaitu selama perintahnya tidak maksiat. Akan tetapi jika perintahnya tidak maksiat maka hukumnya menjadi mutlak.

Tho'at kepada kedua orangtua ialah tunduk dan patuh serta mengabulkan, memenuhi apa yang sudah menjadi ketetapan/garis kedua orangtua dalam peraturannya.

Caranya tho'at kepada kedua orangtua:
- Mendengarkan nasehatnya.
- Mengerjakan perintahnya.
- Menjauhi larangannya.

Gunanya tho'at kepada kedua orangtua:
- Untuk menambah rasa kasih sayang kedua orangtua.
- Untuk mengukuhkan kepercayaan kedua orangtua.
- Untuk menghapus su'udhzon kedua orangtua.

Hasilnya tho'at kepada kedua orangtua:
- Menjadi anak yang sholih/sholihat.
- Mendapat pahala dan masuk surga.

Tho'at kepada kedua orangtua hukumnya tidak mutlak karena masih ada pertimbangan yaitu selama perintahnya tidak maksiat, dan tidak syirik. Akan tetapi jika perintahnya tidak maksiat dan tidak syirik maka hukumnya menjadi mutlak.

Al-Hamdulillaah, khatam. Jazaakumulloohu khoiroo(n). Semoga ilmu yang telah saya bagikan dapat bermanfa'at dan menjadi fahala yang dicatat dalam buku amal perbuatan kita untuk meninggikan derajat kita di dunia dan di akhirat. Aamiin.

AL-KHUTHBATUL UULAA LIYAUMIL JUMU’ATI (Khuthbah Pertama pada Hari Jum’at)

As-salaamu ‘alaikum warohmatulloohi wabarkaatuh(u)

Al-hamdulillaahil-ladzii hadaanaa lihaadzaa, Wamaa kunnaa linahtadiya laulaa an hadaanalloohu, Laqod-jaa-at rusulu robbinaa bil-haqqi. Wanuuduu antilkumul jannatu uurits-tumuuhaa bimaa kuntum ta’maluuna. Asyhadu an laa ilaaha illalloohu wahdahu laa syariika lahu. Wa-asyhadu anna muhammadan ‘abduhu warosuuluhu shollalloohu ‘alaihi wasallama wa’alaa aalihi wa-ash-haabihi, ammaa ba’du:
Fayaa’ibaadalloohi ittaqullooha ta’aalaa wa-athii’uuhu. Faqod faazal muttaquuna. Wa’alaikum bish-sholawaatil khomsi. Fa-innahaa awwalu maa iftarodholloohu ta’alaa ‘ibaadihi. Wa-awwalu maa yurfa’u min a’maalihim. Faqod qoola rosuululloohi shollalloohu ‘alaihi wasallama: awwalu maa iftarodholloohu ta’alaa ‘alaa ummatii ash-sholawaatul khomsu. Wa-awwalu maa yurfa’u min a’maalihimush-sholawaatul khomsu. Wa-awwalu maa yus-aluuna ‘anish-sholawaatil khomsu. Faman kaana dhoyya’a syai-an minhaa yaquululloohu tabaaroka wata’aalaa: “Undhzuruu hal tajiduuna li’abdii naafilatan min sholaatin tutimmuuna bihaa maa naqosho minal fariidhoti. Wandhzuruu fii zakaati ‘abdii fa-in kaana dhoyya’a minhaa syai-an fandhzuruu hal tajiduuna li’abdii naafilatan min shodaqotin tutimmuuna bihaa maa naqosho minaz-zakaati. Fayu’khodzu dzaalika ‘alaa faroo-idhillaahi. Wadzaalika birohmatillaahi wa’adlihi Fa-in wajada fadhlan wudhi’a fii miizaanihi waqiila lahu ud-khulul jannata masruuroo(n). Wa-in lam yujad lahu syai-un min dzaalika umirot bihiz-zabaaniyatu fa-akhodzuu biyadaihi warijlaihi tsumma qudzifa bihi fin-naari. Memegang kedua tangannya dan kedua kakinya kemudian dia dibuang ke dalam neraka. ‘Ibaadalloohi ittaqullooha ta’aalaa wa-athii’uuhu. Wa’lamuu anna ashdaqol hadiitsi kitaabulloohi ta’aalaa (Al-Qur’an). Wa-autsaqu’ ‘urroo kalimatut taqwaa.  Wakhoirul milali millatu ibroohiima. Wakhoirus sunani sunnatu muhammadin shollalloohu ‘alaihi wasallam. Wa-asyroful hadiitsi dzikrulloohi. Wa-ahsanul qoshoshi haadzal qur’aanu. Wakhoirul umuuri ‘awaazimuhaa. Wasyarrul umuuri muhdatsaatuhaa. Wa-ahsanul hadyi hadyul anbiyaa-i. Wa-asyroful mauti qotlusy syuhadaa-i Wa a’mal ‘amadh dholaalatu ba’dal hudaa. Wakhoirul ‘ilmi maa nafa’a. Wakhoirul hadyi mat-tubi’a. Wasyarrul ‘amaa ‘amal qolbi. Walyadul ‘ulyaa khoirun minal yadis-suflaa. Wamaa qolla wakafaa khoirun mimmaa katsuro wa-alhaa.  Wasyarrul ma’dziroti hiina yahdhurul mautu. Wasyarrun-nadaamati yaumal qiyaamati. Waminan-naasi man laa ya’tish-sholaata illaa duburon. Waminhum man laa yadzkurullooha illaa hujron. Wa a’dhzomul khothooyaal lisaanul kadzuubu. Wakhoirul ghinaa ghinan-nafsi.  Wakhoiruz-zaadi at-taqwaa. Waro’sul hikmati makhoofatalloohi. Wakhoiru maa waqoro fil quluubil yaqiinu. Wal irtiyaabu minal kufri. Wan-niyaahatu min ‘amalil jaahiliyyati. Wal-ghuluulu min jutsaa jahannama. Wal-kanzu kayyun minan-naari. Wasy-syi’ru min mazaamiiru ibliisa. Wal-khomru jimaa’ul-itsmi. Wan-nisaa-u hibaalatusy-syaithooni. Wasy-syabaabu syu’batun minal junuuni. Wasyarrul makaasibi kasbur-ribaa. Wasyarrul ma’kali maalul yatiimi. Was-sa’iidu man wu’idhzo bighoirihi. Wasy-syaqiyyu man syaqiya fii bathni ummihi. Wa-innamaa yashiiru ahadukum ilaa maudhi’i arba’i adzru’in. Wal-amru bi-aakhirihi. Wamilaakul ‘amali khowaatimuhu. Wasyarrur-rowaayaa rowaayal kadzibi.  Wakullu maa huwa aatin qoriibun. Wasibaabul mu’mini fusuuqun. Waqitaalul mu’mini kufrun. Wa-aklu lahmihi min ma’shiyatillaahi. Wahurmatu maalihi kahurmati damihi.
Waman yata-alla ‘alalloohi yukdzibhu. Waman yaghfir yaghfirillaahu lahu. Waman ya’fu ya’fulloohu ‘anhu. Waman yakdhzimil ghoidhzo ya’jurhulloohu. Waman yashbir ‘alar-roziyyati yu’awwidh-hulloohu. Waman yattabi'is-sum'ata yusmi'illaahu bihi.  Waman yashbir yudho’ifillaahu lahu. Waman ya'shillaaha yu'adz-dzibhulloohu. ‘Ibaadalloohi ittaqullooha ta’aalaa wa-athii’uuhu.  A’uudzu billaahi minasy syaithoonir rojiimi. Yaa-ayyuhal-ladziina aamanuu hal adullukum ‘alaa tijaarotin tunjiikum min ‘adzaabin aliimin. Tu’minuuna billaahi warosuulihi watujaahiduuna fii sabiilillaahi bi-amwaalikum wa-anfusikum dzaalikum khoirun lakum in kuntum ta’lamuuna. Yaghfir lakum dzunuubakum wayudkhilkum jannaatin tajrii min tahtihal anhaaru wamasaakina thoyyibatan fii jannaati ‘adnin. Dzaalikal fauzul ‘adhziimu. Wa-ukhroo tuhibbuunahaa nashrun minalloohi wafathun qoriibun. Wabasy-syiril mu’miniina. Yaa-ayyuhal ladziina aamanuu kuunuu anshoorolloohi kamaa qoola ‘iisabnu maryama lilhawaariyyiina man anshoorii ilalloohi qoolal hawaariyyuuna nahnu anshoorulloohi fa-aamanath-thoo-ifatun min banii isroo-iila wakafaroth-thoo-ifatun fa-ayyadnal-ladziina aamanuu ‘alaa ‘aduwwihim fa-ashbahuu dhzoohiriin(a).

Baarokalloohu lii walakum fil-qur’aanil kariimi wanafa’anii wa-iyyaakum bimaa fiihi minal-aayaati wadz-dziikril hakiimi innahu ta’alaa jawwaadun kariimun malikun barrun ro-uufun rohiimun wanastaghfirullooha innahu huwal ghofuurur rohiim(u).

 Yang artinya: “Segala puji bagi Alloh Yang telah menunjukkan kepada kami terhadap petunjuk ini. Dan kami tidak mungkin akan mendapatkan petunjuk/hidayah seandainya saja Alloh tidak menunjukkan kepada kami. Benar-benar para utusan Tuhan kami telah datang dengan membawa barang haqq/kebenaran. Dan diserukan kepada mereka: "ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu amalkan/kerjakan. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (Tuhan, sesembahan yang patut disembah) kecuali Alloh Yang Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi, sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, semoga Alloh memberi rohmat dan keselamatan atasnya, dan atas keluarganya dan para sahabatnya, dan seterusnya:

Maka, wahai hamba-hamba Alloh, takutlah kamu kepada Alloh Yang Maha Tinggi dan ta’atlah kepada-Nya. Maka sungguh beruntung orang-orang yang taqwa. Menetapilah kamu pada sholat-sholat yang lima waktu. Sesungguhnya sholat lima waktu tersebut merupakan sesuatu yang telah Alloh Yang Maha Tinggi wajibkan atas hamba-Nya. Dan pertama kali sesuatu yang diangkat dari amal mereka. Maka sungguh, Rosulullohi shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Sesuatu yang pertama kali diwajibkan oleh Alloh Yang Maha Tinggi atas ummatku adalah sholat-sholat yang lima waktu. Wa-awwalu maa yurfa’u min a’maalihimush-sholawaatul khomsu”, artinya: “Dan sesuatu yang pertama kali akan diangkat dari amal-amal mereka adalah sholat-sholat yang lima waktu. Dan pertama kali sesuatu yang akan ditanyakan (pada mereka) adalah tentang sholat-sholat lima waktu. Maka barangsiapa yang menyia-nyiakan pada sesuatu dari sholat-sholat yang lima waktu tersebut, Alloh Yang Maha Barokah dan Maha Tinggi berfirman, yang artinya: “Melihatlah (kalian malaikat), adakah kalian menjumpai pada hamba-Ku tambahan dari sholat (Maksudnya: sholat-sholat sunnah), yang dengan sholat-sholat sunnah tersebut kalian dapat menyempurnakan/menutupi sesuatu yang kurang dari sholat fardhu/wajibnya? Dan melihatlah (kalian malaikat) dalam zakatnya hamba-Ku, maka ia menyia-nyiakan sesuatu dari zakatnya, maka lihatlah adakah kalian menjumpai pada hamba-Ku tambahan dari shodaqoh (Maksudnya: shodaqoh-shodaqoh yang bersifat sunnah), yang dengan shodaqoh-shodaqoh sunnah tersebut kalian dapat menyempurnakan/menutupi sesuatu yang kurang dari zakatnya? Maka shodaqoh yang bersifat sunnah itu diambil atas dasar ketentuan Alloh. Dan shodaqoh yang bersifat sunnah dapat diambil untuk menambal (menyempurnakan) zakat itu merupakan rohmat Alloh dan adil-Nya. Jika didapati lebihan maka diletakkan di dalam timbangannya dan dikatakan kepadanya, “Masuklah ke surga dengan senang. Namun, jika tidak didapati sesuatu baginya dari lebihan itu, maka malaikat zabaniyah diperintahkan (menangkap)nya, lalu mereka (malaikat zabaniyah) memegang kedua tangannya dan kedua kakinya kemudian dia dibuang ke dalam neraka.

 Wahai hamba-hamba Alloh, takutlah kalian kepada Alloh Yang Maha Tinggi dan ta’atlah kalian kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwasaannya cerita yang paling benar adalah kitab Alloh Yang Maha Tinggi (Maksudnya: Al-Qur’an). Dan tali yang paling kuat adalah kalimat taqwa. Dan sebaik-baiknya agama adalah agama Ibrohim. Dan sebaik-baiknya sunnah/kelakuan adalah sunnah/kelakuan Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam. Dan cerita paling mulia adalah ingat Alloh (berdzikir menyebut asma Alloh). Adapun cerita yang paling bagus al-Qur’an ini. Sebaik-bainya perkara-perkara adalah perkara-perkara yang tetap/stabil. Dan sejelek-jeleknya perkara (urusan agama) adalah perkara baru (bid’ah). Dan sebagus-bagusnya tuntunan adalah tuntunannya para nabi. Dan lebih mulianya mati adalah mati syahid. Dan lebih butanya orang buta adalah orang yang sesat setelah petunjuk (alias murtad). Dan sebaik-baiknya ilmu adalah apa-apa (ilmu) yang bermanfa’at. Dan sebaik-baiknya tuntunan (kelakuan) adalah apa-apa (tuntunan) yang dapat diikuti. Sejelek-jeleknya buta adalah buta hati. Dan tangan yang di atas (memberi) itu lebih baik daripada tangan yang di bawah (meminta). Dan apa-apa (sesuatu) yang hanya sedikit namun cukup, itu lebih baik, daripada apa-apa yang banyak namun menjadikan lahan (melakukan hal-hal yang tidak berfaedah). Sejelek-jeleknya alasan (yang dibuat-buat/pepeko) adalah ketika menjelang kematian. Sejelek-jeleknya penyesalan adalah (penyesalan) pada hari kiamat. Dan dari sebagian manusia, ada orang yang tidak mendatangi sholat kecuali belakangan (maksudnya: waktunya selalu terlambat). Dan dari sebagian mereka, ada orang yang dzikir kepada Alloh kecuali dengan meninggalkan (maksudnya: kelihatannya dzikir, tetapi ternyata hatinya tidak dzikir/kosong). Kesalahan lisan yang paling besar adalah berdusta. Dan sebaik-baiknya kaya adalah kaya hati (bisa ridho terhadap pemberian Alloh). Sebaik-baiknya bekal adalah (bekal) taqwa. Inti hikmat adalah takut Alloh. Dan sebaik-baiknya sesuatu yang tetap di dalam hati adalah yakin. Dan ragu-ragu itu bagian dari kufur. Meratap (menangisi mayat) merupakan perbuatan jahiliyah. Barang curian merupakan batu Neraka Jahannam. Dan simpanan harta (yang tidak dizakati) akan menjadi cos dari api (yaitu besi panas membara yang digunakan untuk menusuk pemilik harta yang tidak dizakati). Dan syair (lagu-lagu yang tidak bermanfa’at) merupakan seruling syetan (yaitu dapat melalaikan dari beribadah). Khomr/arak itu kumpulan dosa (Maksudnya: dengan minum arak akan menjadi mabok dan kalau sudah mabok dapat melakukan berbagai perbuatan dosa yang lain, seperti memperkosa dan membunuh). Dan wanita itu merupakan jaring-jaring syetan (Maksudnya: wanita adalah sebagai alat perangkap bagi syetan untuk menjebak laki-laki melakukan perbuatan keji, pelanggaran/zina). Dan masa muda itu merupakan cabang dari gila (Maksudnya: masa yang mengedepankan emosi, masa yang berapi-api, berpikirnya sekali saja tanpa memikirkan akibatnya, walau salah tak perduli, maunya menang sendiri). Sejelek-jeleknya pekerjaan adalah pekerjaan riba. Dan sejelek-jeleknya yang dimakan adalah harta anak yatim. Dan orang yang beruntung adalah orang yang dinasehati dengan orang lain (Maksudnya: dapat mengambil nasehat yang bermanfa’at dengan adanya kematian/musibah orang lain). Dan orang yang celaka adalah orang yang celaka di dalam perut ibunya (Maksudnya: sejak di dalam kandungan ibunya sudah ditulis celaka). Dan sesungguhnya salah satu kalian bertempat pada tempat yang luasnya hanya 4 dziro’/hasta (Maksudnya: lambat atau cepat bahwa salah satu di antara kalian akan mati dan masuk alam kubur). Dan perkara itu dengan akhirnya (Maksudnya: perkara yang berguna itu adalah perkara yang dibarengi dengan terakhirnya). Dan polnya amal adalah akhirnya (Maksudnya: amal yang pol adalah amal yang terakhir). Dan sejelek-jeleknya orang yang meriwayatkan adalah para periwayat dusta. Dan tiap-tiap apa-apa, dimana apa-apa itu akan datang adalah dekat (Maksudnya: setiap apa pun yang akan datang (itu namanya) dekat. Dan mencela orang iman itu adalah fasek. Dan membunuh orang iman itu adalah (berhukum) kafir. Dan memakan dagingnya termasuk maksiat kepada Alloh (Maksudnya: menggunjing/ngrasani kejelekan orang iman adalah tergolong perbuatan maksiat kepada Alloh. Dan keharoman hartanya (orang iman itu) seperti keharoman darahnya (Maksudnya: hukumnya harom mengambil/mencuri harta orang iman sebagaimana haromnya bila membunuh orang iman). Dan barangsiapa yang mendahului Alloh dengan bersumpah atas nama Alloh maka dia itu telah mendustakan Alloh (Misal: ‘Demi Alloh, anak kecil itu kalau mati pasti masuk surga). Dan barangsiapa yang mengampuni (utamanya dalam hukum qishosh), maka Alloh mengampuni padanya. Dan barangsiapa yang mema’afkan (utamanya dalam hukum had) maka Alloh mema’afkan dari (perbuatan)nya juga. Dan barangsiapa yang dapat menahan marah maka Alloh memberinya pahala. Dan barangsiapa yang bisa sabar menghadapi musibah maka Alloh akan menggantinya. Dan barangsiapa yang pamer pendengaran (berkata tentang kebaikan yg telah dilakukannya dilandasi karena ingin didengar orang lain), maka Alloh pun akan pamer pendengaran denganya. Dan barangsiapa yang sabar maka Alloh akan melipatgandakan pahalanya. Dan barangsiapa yang menentang/mendurhakai Alloh, maka Alloh bakal menyiksanya.

 Hai hamba-hamba Alloh, takutlah kalian kepada Alloh Yang Maha Tinggi dan ta’atlah kepada-Nya. Aku berlindung dengan Alloh dari (godaan) syetan yang dirajam. Hai orang-orang yang beriman, adakah kalian mau Aku tunjukkan suatu perniagaan/perdagangan yang dapat menyelamatkan kalian dari azab/siksa yang menyakitkan?” (yaitu) kalian beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya dan berjihad (berjuang/membela) di jalan Alloh dengan harta dan jiwa/diri kalian. Itulah yang lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui. Niscaya Alloh akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kalian) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kalian senangi (yaitu) pertolongan dari Alloh dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Alloh sebagaimana Isa bin Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Alloh?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Alloh", maka segolongan dari Bani Isroil beriman dan segolongan lain kafir; lalu Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman atas mengalahkan musuh-musuh mereka, lantas mereka menjadi orang-orang yang menang.

Semoga Alloh memberi barokah kepadaku dan kepada kalian dalam al-Qur’an yang mulia, dan semoga bermanfa’at padaku dan pada kalian dengan apa-apa yang di dalamnya dari ayat-ayat dan peringatan dan hukum. Sesungguhnya Alloh itu Maha Tinggi, dermawan, Mulia, Raja, Baik, Belas Kasih, Penyayang. Dan kami mohon ampunan kepada Alloh, sesungguhnya Alloh, Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.